‘Malam Puisi’ di Rumah Kopi Dahlia
Datang, Dengar dan Bacakan Puisimu
Membacakan sebuah puisi, dulu mungkin hanya dapat kita
saksikan, saat ada praktik mata pelajaran Kesenian atau Bahasa Indonesia di dalam ruang kelas, atau
pada acara lomba baca puisi untuk memperingati hari kemerdekaan setiap tanggal
Tujuh Belas Agustus. Bahkan, ada imej seolah-olah, hanya segelintir orang yang
memiliki keahlian membaca puisi, karena ada kesan, membaca puisi itu harus
dengan nada dan mimik khusus sehingga mampu membuat pendengar terpukau secara
intonasi dan terpesona kala melihat mimik serius nan dramatis.
Laporan : Franki
Botutihe, Wartawan Harian RADAR Banggai
Sekitar pukul 20:00
wita, Sabtu (16/7) pekan lalu, panggung Rumah Kopi Dahlia yang berada di
kawasan perumahan dinas, jalan Dahlia, kelurahan Karaton, kecamatan Luwuk, yang
biasanya diisi dengan penampilan live music, malam itu agak sedikit berbeda.
Meski, tetap terlihat seorang pemain musik duduk manis di belakang sebuah Organ
(alat musik tindis, Red) dan memainkannya, namun sang ‘player’ tidak sedang
mengiringi seorang penyayi, melainkan memainkan musik sebagai latar dari sebuah
puisi yang dibaca.
Ya, pemain organ itu
memainkan musik latar, untuk salah satu di antara belasan pembaca puisi yang
berkumpul malam itu, untuk mendengar dan juga membacakan puisi mereka
masing-masing. Belasan pembaca puisi, yang didominasi oleh perempuan itu,
berasal dari sebuah komunitas seni. Malam itu, mereka menggelar sebuah
pementasan seni yaitu ‘Malam Puisi Luwuk’.
Kegiatan seni
tersebut, saat ini aktif dilaksanakan secara berkala, di enam puluh kota
Indonesia. Untuk di kota Luwuk, kegiatan ini dikoordinir oleh salah seorang
penulis perempuan bernama Ama Achmad.
Kepada wartawan
Radar Banggai, yang juga hadir pada Malam Puisi itu, perempuan yang akrab
disapa Ama ini menuturkan bahwa, Malam Puisi Luwuk merupakan bagian dari Malam
Puisi Indonesia, yang sudah berjalan selama tiga tahun belakangan. Di Luwuk,
Malam Puisi baru dilaksanakan tiga bulan terakhir.
“Kegiatan ini
bermaksud untuk memberikan ruang, kepada para penyuka, penyair dan pembaca
puisi yang ada di kota Luwuk,” begitu dituturkan oleh penulis novel ‘Tentang
Kita’ saat ditanyakan tentang maksud dari digelarnya malam puisi.
Ama, tak menampik
jika puisi memang dikenal sebagai bagian dari dunia seni dan sastra yang paling
sunyi. Sehingganya, Ama memiliki harapan, agar dengan dilaksanakannya kegiatan
Malam Puisi Luwuk yang memiliki koneksi dengan Malam Puisi Indonesia (Nasional,
Red), para penyuka puisi akan bertambah dan puisi, bisa menjadi sesuatu yang
tak sekedar dinikmati, tapi juga diminati dan ditekuni, karena merupakan bagian
dari keragaman seni Indonesia bahkan dunia. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar